JAKARTA – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menekankan pentingnya sinkronisasi data geospasial untuk mencegah kesalahpahaman mengenai batas kawasan hutan dan wilayah non-hutan.
Dalam upaya tersebut, ia mendorong kolaborasi erat antara Kementerian ATR/BPN dan Kementerian Kehutanan sebagai langkah kunci menuju terciptanya one map policy yang terintegrasi.
“Pembuatan peta yang akurat sangat penting untuk menghindari tumpang tindih data, terutama dalam penyertipikatan tanah.
Kolaborasi ini menjadi fondasi utama untuk menghindari konflik batas kawasan serta perlindungan terhadap wilayah hutan dari perambahan,” ujar Nusron dalam Rapat Koordinasi di Kementerian Kehutanan, Jakarta, Kamis, 2 Januari 2025.
Mulai 2026, Girik Tidak Berlaku Lagi: Langkah Tegas Kementerian ATR/BPN untuk Kepastian Hukum Pertanahan
Menteri Nusron menjelaskan bahwa sinkronisasi data tidak hanya bermanfaat bagi penanganan kawasan hutan, tetapi juga untuk meningkatkan efisiensi penataan ruang, reforma agraria, serta pemetaan tanah ulayat atau masyarakat adat.
“Kami harus memastikan bahwa proses penyertipikatan tidak salah sasaran. Kami ingin mengurangi potensi pegawai ATR/BPN dikriminalisasi hanya karena kesalahan teknis saat mengukur kawasan yang ternyata adalah area hutan,” tegasnya.
Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, menyampaikan bahwa langkah ini merupakan bagian dari arahan langsung Presiden Prabowo Subianto, yang menekankan percepatan implementasi kebijakan satu peta.
“Presiden menekankan pentingnya integrasi data yang menghilangkan ego sektoral dan hambatan antar kementerian.
Polri dan Menteri ATR/BPN Perkuat Sinergitas Pemberantasan Mafia Tanah
Ini akan mempercepat penyelesaian tumpang tindih informasi yang kerap menjadi kendala selama ini,” ujar Raja Juli Antoni.
Selain membantu pengelolaan kawasan hutan, sinkronisasi data geospasial juga menjadi upaya untuk mendukung adaptasi terhadap perubahan iklim.
Nusron menekankan perlunya penataan ruang responsif terhadap perubahan iklim, termasuk identifikasi dan pengelolaan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).
Proyek ini, yang merupakan bagian dari Integrated Land Administration and Spatial Planning Project (ILASPP) didukung Bank Dunia, melibatkan berbagai lembaga seperti Badan Informasi Geospasial (BIG), Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian Kehutanan.
Menteri ATR/BPN Ajak Kementerian Kehutanan Ciptakan Peta Akurat untuk Atasi Masalah Agraria
Ke depan, kolaborasi akan berlanjut dengan penyusunan teknis langkah konkret untuk integrasi data geospasial.
“Kami optimistis bahwa kolaborasi ini tidak hanya akan menyelesaikan persoalan tumpang tindih data, tetapi juga membangun kepastian hukum yang lebih baik bagi masyarakat,” kata Nusron.
Rapat koordinasi ini juga dihadiri oleh Kepala BIG, Muh Aris Marfai; Dirjen Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang (SPPR) Kementerian ATR/BPN, Virgo Eresta Jaya; serta pejabat tinggi lainnya.
Kolaborasi ini menandai langkah maju dalam menyatukan data geospasial untuk pembangunan yang lebih terarah dan berkeadilan.
Sinkronisasi data geospasial diharapkan menjadi solusi konkret untuk mengakhiri persoalan tumpang tindih batas kawasan yang selama ini menjadi akar berbagai konflik pertanahan di Indonesia.