PALEMBANG – Sebuah langkah bersejarah dalam penataan akses tanah ulayat terjadi di Desa Asahduren, Kabupaten Jembrana, Bali.
Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/Waka BPN),
Ossy Dermawan, bersama masyarakat adat setempat, menanam pisang cavendish sebagai simbol pemanfaatan
tanah ulayat pertama di Indonesia yang telah memiliki kepastian hukum.
Dalam sambutannya, Wamen Ossy menegaskan bahwa tanah ulayat kini tidak hanya menjadi identitas budaya,
tetapi juga bisa menjadi sumber kesejahteraan ekonomi.
“Tanah ulayat yang di hormati oleh masyarakat adat kini dapat dikelola secara maksimal. Ini menjadi
momentum penting dalam pengelolaan aset desa yang lebih produktif dan berkelanjutan,” ujarnya.
Langkah ini merupakan bagian dari upaya Kementerian ATR/BPN yang, sejak 2023, telah menyerahkan sertipikat tanah ulayat kepada masyarakat hukum adat di Desa Asahduren.
Namun, kepemilikan saja tidak cukup—akses terhadap pemanfaatannya juga harus diberikan.
Oleh karena itu, bekerja sama dengan PT Nusantara Segar Abadi (NSA), pemerintah menghadirkan program
pendampingan ekonomi yang meliputi pemberian bibit, alat pertanian, hingga jaminan pasar melalui offtaker.
Menurut Direktur Jenderal Penataan Agraria, Yulia Jaya Nirmawati, penanaman pisang cavendish ini dilakukan di
atas lahan seluas 9.800 m² dan melibatkan 900 kepala keluarga.
Ia menekankan bahwa pisang cavendish di pilih karena memiliki nilai ekonomi tinggi, permintaan pasar yang
stabil, serta teknik budidaya yang mudah di terapkan oleh masyarakat lokal.
“Kami ingin memastikan bahwa tanah ulayat ini memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat.
Dengan pisang cavendish sebagai komoditas unggulan, hasil panen dapat langsung dipasarkan, sehingga
masyarakat bisa merasakan manfaat nyata dari reforma agraria ini,” jelasnya.
Wamen Ossy juga mengingatkan pentingnya sinergi antara masyarakat adat dan mitra usaha.
“Saya berharap baik masyarakat yang di wakili Bendesa Adat maupun PT NSA bisa bekerja sama dengan baik.
Kenali keterbatasan, bantu satu sama lain, dan jaga kesepakatan yang sudah di buat,” pesannya.
Turut hadir dalam acara ini sejumlah pejabat tinggi, termasuk Staf Khusus Bidang Reforma Agraria,
Rezka Oktoberia; Tenaga Ahli Bidang Administrasi Negara dan Good Governance, Ajie Arifuddin; Kepala Kanwil
BPN Provinsi Bali, I Made Daging; serta Forkopimda tingkat Provinsi Bali dan Kabupaten Jembrana.
Dengan adanya program ini, Desa Asahduren kini menjadi pionir dalam optimalisasi tanah ulayat di Indonesia.
Ke depan, di harapkan model serupa bisa di terapkan di berbagai daerah, menjadikan tanah ulayat sebagai aset
produktif yang membawa kesejahteraan bagi masyarakat adat.
Tanah Ulayat Bangkit, Masyarakat Adat Sejahtera!















