PALEMBANG – Kain jumputan karya mitra binaan PT Bukit Asam Tbk (PTBA), Rumah Daun, terus menorehkan jejak di kancah internasional.
Salah satu karyanya baru-baru ini melanglang buana hingga ke Amerika Serikat (AS), tepatnya ke Cornell University, New York. Yuniarta Nensy, pemilik usaha Rumah Daun, menerima kabar menggembirakan tersebut melalui pesan singkat dari seorang pejabat instansi pemerintahan yang baru menyelesaikan studi S2 di kampus ternama tersebut.
Pejabat tersebut sebelumnya memesan kain jumputan khas Sumatera Selatan sebagai cinderamata untuk dosen pengujinya di Cornell University.
Melihat foto karyanya yang kini berada di AS, Yuni tak bisa menyembunyikan rasa bangganya. “Lihat nih, kain jumputan saya sampai di Amerika.
Ada yang bawa ke Cornell University,” ujarnya dengan senyum sumringah.
Bukan kali pertama, kain jumputan Rumah Daun juga pernah sampai ke San Francisco.
Seorang turis AS yang membeli kain jumputan di Bali membawa pulang karyanya dan berfoto dengan syal jumputan di Jembatan Golden Gate.
“Dijual teman di Bali, dibeli turis-turis, dijadikan syal. Di bawa ke San Francisco, terus foto di jembatan. Jumputan saya melanglang buana,” kata Yuni.
Dari Temuan Tak Sengaja Menjadi Ciri Khas
Kain jumputan produksi Rumah Daun memiliki keunikan tersendiri.
Motif gradasi khasnya, menyerupai matahari bersinar, awalnya di temukan secara tidak sengaja.
“Harusnya saat masih agak basah dibuka, tapi waktu itu setelah kain kering baru dibuka.
Ini yang membuat motifnya berbeda dan kini jadi ciri khas,” jelas Yuni.
Yuni memulai usaha Rumah Daun pada 2022 setelah sebelumnya menekuni pembuatan kain eco print yang kurang diminati.
Melihat antusiasme masyarakat terhadap wastra lokal, ia pun beralih ke jumputan khas Sumatera Selatan.
Proses pembuatan jumputan pun tidak mudah, mulai dari pemilihan kain, menggambar motif, menjahit ikatan, pencelupan dengan pewarna alami, hingga penyempurnaan warna.
Dukungan dari PTBA sejak pertengahan 2022 menjadi titik balik perkembangan usahanya. PTBA memberikan pendanaan usaha mikro kecil (PUMK), pelatihan, hingga promosi dalam berbagai pameran.
“Awal usaha sampai sekarang, di bantu Bukit Asam supaya roda perekonomian kami berputar,” tutur Yuni.
Bertumbuh dan Berdaya Bersama
Seiring meningkatnya permintaan, Yuni yang awalnya hanya di bantu dua anaknya kini mempekerjakan 10 orang, serta bekerja sama dengan dua kelompok ibu rumah tangga untuk pembuatan motif.
Anaknya pun turut berkontribusi, dengan si sulung menggambar motif dan si bungsu membantu promosi dengan keahlian bahasa Inggrisnya.
Dari hanya meraup omzet Rp 700 ribu per bulan di awal usaha, kini Rumah Daun mencatat pendapatan Rp 15-20 juta per bulan. Produk yang awalnya hanya kain kini berkembang menjadi baju, rompi, tas, dan dompet.
“Saya terus berinovasi mencari motif dan pewarna alami baru. Ke depan, saya ingin membuat motif khas Sumatera Selatan seperti bunga pedada, Jembatan Ampera, dan Pulau Kemaro,” ungkap Yuni.
Tak hanya itu, ia juga berencana memberdayakan kaum difabel dalam produksi jumputan.
“Kami ingin memberikan kesempatan bagi mereka yang belum memiliki pekerjaan,” katanya.
Dengan visi besar dan inovasi tiada henti, Yuni berharap Rumah Daun dapat semakin berkembang dan membawa nama kain jumputan Sumatera Selatan mendunia.
“Saya bangga bisa mengangkat wastra lokal. Semoga jumputan kami semakin di kenal luas,” pungkasnya.