PALEMBANG – Dalam upaya meningkatkan efektivitas pengelolaan pertanahan dan tata ruang, lima
kementerian/lembaga (K/L) resmi menandatangani Nota Kesepahaman yang menegaskan komitmen kolaboratif mereka.
Penandatanganan ini di lakukan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN),
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Kehutanan, Kementerian Transmigrasi, serta Badan Informasi Geospasial (BIG) di Kantor Kemendagri, Jakarta.
Menteri ATR/Kepala BPN, Nusron Wahid, menegaskan bahwa kerja sama ini menjadi langkah konkret dalam
menyelesaikan berbagai tantangan pertanahan dan tata ruang yang membutuhkan koordinasi lintas sektor.
“Dengan adanya sinergi antara ATR/BPN, Kemendagri, pemerintah daerah, serta Kementerian Transmigrasi dan
BIG, kita optimistis berbagai persoalan dapat diurai dan diselesaikan secara lebih efektif,” ujar Nusron Wahid.
Penandatanganan ini turut dihadiri oleh Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian; Menteri Transmigrasi,
M. Iftitah Sulaiman Suryanagara; Kepala BIG, Muh Aris Marfai; serta Plt. Sekjen Kementerian Kehutanan yang mewakili Menteri Kehutanan.
Nusron Wahid menyoroti tiga persoalan utama yang menjadi fokus kerja sama ini:
Reforma Agraria, khususnya dalam upaya penyelesaian konflik pertanahan.
Pengadaan Tanah untuk Proyek Strategis Nasional, yang pelaksanaannya membutuhkan koordinasi erat dengan pemerintah daerah.
Perencanaan dan Pengelolaan Tata Ruang, termasuk penyelesaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
Selain itu, Menteri Nusron juga menekankan pentingnya keterlibatan semua pihak dalam proyek ILASPP
(Integrated Land Administration and Spatial Planning Project) yang di danai oleh Bank Dunia.
Proyek ini awalnya hanya melibatkan ATR/BPN, Kemendagri, dan BIG, namun kini di perluas dengan partisipasi
Kementerian Kehutanan dan Kementerian Transmigrasi karena banyaknya persoalan yang berkaitan dengan kawasan hutan dan transmigrasi.
Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian, menegaskan bahwa kepastian tata ruang adalah kunci bagi keberhasilan berbagai program pemerintah dan investasi dunia usaha.
“RTRW dan RDTR menjadi instrumen vital dalam menentukan alokasi ruang, termasuk untuk ruang hijau, permukiman, dan area komersial.
Dengan Nota Kesepahaman ini, kita memastikan ada kejelasan dalam perencanaan tata ruang, baik untuk pemerintah maupun sektor swasta,” ujar Tito Karnavian.
Menteri Transmigrasi, M. Iftitah Sulaiman Suryanagara, juga mengapresiasi inisiatif ini karena di anggap sebagai
solusi dalam mengatasi persoalan legalitas lahan dan konflik agraria di kawasan transmigrasi.
“Saya berterima kasih kepada Pak Nusron Wahid yang telah menginisiasi kerja sama ini.
Tantangan utama dalam program transmigrasi adalah kepemilikan lahan dan ketidaksesuaian tata ruang. Dengan
adanya sinergi ini, kita berharap penyelesaian akan lebih cepat dan efektif,” kata Iftitah.
Dalam Nota Kesepahaman ini, beberapa poin utama yang di sepakati meliputi:
- Percepatan pendaftaran tanah aset di areal penggunaan lain.
- Pencegahan dan penyelesaian konflik agraria serta tata ruang.
- Dukungan terhadap proyek strategis nasional.
- Pengadaan tanah untuk kepentingan umum.
- Percepatan penyelesaian RTRW dan RDTR.
- Pemanfaatan serta pengendalian pemanfaatan ruang.
- Pertukaran data dan informasi antar-kementerian/lembaga.
- Pengembangan kapasitas SDM dalam tata kelola pertanahan dan tata ruang.
Acara ini turut di hadiri oleh Wakil Menteri Dalam Negeri I dan II, serta sejumlah pejabat tinggi dari ATR/BPN,
termasuk Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah, Asnaedi; Plt. Dirjen Tata Ruang, Reny Windyawati; dan Kepala Biro Perencanaan dan Kerja Sama, Andi Tenri Abeng.
Dengan adanya sinergi ini, di harapkan persoalan tata kelola pertanahan dan tata ruang dapat lebih cepat teratasi,
mendukung pertumbuhan ekonomi, serta menciptakan lingkungan yang lebih tertata dan berkelanjutan.















