PALEMBANG – Mega proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru dengan kapasitas 510 Megawatt (MW) kian mendekati Commercial Operation Date (COD), menjanjikan suplai energi baru terbarukan (EBT) yang krusial bagi sistem kelistrikan Sumatera.
Proyek strategis yang dikembangkan oleh PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) ini diharapkan mulai menyuntikkan daya ke jaringan PLN Sumatera pada akhir Desember 2025 melalui pengoperasian turbin pertamanya.
Namun kondisi saat ini sedang tidak memungkinkan akan kah PLTA Batang Toru dapat berjalan sesuai rencana?
Prospek Ekonomi dan Energi Bersih
PLTA Batang Toru dirancang untuk beroperasi sebagai pembangkit peaker, yaitu pemasok listrik saat beban puncak. Ini merupakan peran vital dalam menstabilkan sistem kelistrikan yang mengandalkan sumber energi intermiten lainnya.
Disamping itu, Prospek ekonomi PLTA Batang Toru diharapkan dapat bermanfaat bagi warga sekitar, namun ada beberapa hal yang menimbulkan pandangan:
A. Potensi Dampak Positif (Menurut Pihak Proyek dan Pemerintah Daerah):
-
Peningkatan Pendapatan Daerah: Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) berharap PLTA mulai beroperasi tahun 2027 dan menghasilkan bagi hasil (royalti). Mereka memperkirakan setiap turbin menghasilkan bagi hasil sekitar Rp18 miliar.
-
Penyerapan Tenaga Kerja: Proyek ini telah menyerap ratusan tenaga kerja lokal selama fase konstruksi. Diharapkan penyerapan tenaga kerja, meskipun lebih sedikit, tetap berlanjut pada fase operasional.
-
Pembangunan Infrastruktur: Kehadiran investasi besar memacu pembangunan infrastruktur dan meningkatkan peluang usaha kecil dan mikro (UMKM) di sekitar kawasan.
B. Realitas dan Dampak Negatif yang Dikeluhkan:
-
Ketidakjelasan Ganti Rugi Lahan: Sebagian masyarakat yang lahannya terkena pembangunan mengeluhkan proses ganti rugi yang tidak transparan atau melalui calo, yang berpotensi merugikan warga.
-
Perubahan Mata Pencaharian: Masyarakat yang tadinya mengandalkan pertanian dan perkebunan terpaksa mencari mata pencaharian baru karena tanahnya hilang atau terganggu.
-
Kesenjangan Pekerjaan: Sejumlah laporan lama (sekitar 2019) mencatat adanya keluhan warga lokal yang merasa hanya diiming-imingi pekerjaan, sementara yang bekerja di kamp utama adalah pekerja dari Tiongkok (TKA).
Bencana dan Ujian Keberlanjutan Proyek
Aspek paling krusial dari proyek ini adalah lokasinya di Ekosistem Batang Toru yang sensitif terhadap lingkungan dan geologi. Kawasan ini dikenal rentan terhadap longsor dan banjir.
Status Pasca Bencana Terkini
Setelah kawasan Tapanuli Selatan dilanda serangkaian bencana banjir dan longsor parah, termasuk insiden yang menelan korban jiwa di masa lalu, fokus manajemen dan pemerintah bergeser ke mitigasi risiko.
-
Isu Lingkungan: Aktivis lingkungan berulang kali menyoroti bahwa pembangunan infrastruktur besar di hulu, termasuk PLTA dan pertambangan, dapat merusak daya dukung ekologis dan memperparah dampak banjir bandang saat curah hujan ekstrem.
-
Kesiapsiagaan Bendungan: Menghadapi tahap penggenangan waduk dan potensi risiko, PT NSHE dan Kementerian PUPR memperketat pengawasan. Perusahaan telah menyelesaikan Rencana Tindak Darurat (RTD) sesuai Permen PUPR. Dokumen ini menjadi pedoman cepat untuk evakuasi dan komunikasi darurat kepada masyarakat hilir, menjamin keamanan operasional bendungan.
Status proyek PLTA Batang Toru saat ini berada di persimpangan antara pencapaian target EBT dan kebutuhan mendesak untuk mitigasi bencana.
Keberhasilan proyek bukan hanya diukur dari Megawatt yang dihasilkan, tetapi juga dari kemampuannya untuk beroperasi secara aman dan berkelanjutan di tengah tantangan geologis dan sosial yang ada.















