Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengadakan Rapat Koordinasi (Rakor) dengan perwakilan dari berbagai organisasi lintas agama.
Pertemuan ini bertujuan untuk mempercepat penyelesaian pendaftaran tanah rumah ibadah di Indonesia, termasuk gereja, pura, vihara, klenteng, dan rumah ibadah lainnya.
“Setiap rumah ibadah harus memiliki sertipikat agar ada kepastian hukum yang melindungi aset tersebut. Banyak yang merasa sudah sah, tapi tanpa sertipikat, hal itu belum memiliki legitimasi secara hukum,” tegas Menteri Nusron dalam rapat yang berlangsung di Ruang Rapat 401, Kementerian ATR/BPN, Jakarta.
Data Rumah Ibadah dan Tantangan Sertipikasi
Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (PHPT), Asnaedi, menjelaskan bahwa total rumah ibadah yang terdata saat ini mencapai 93.329 bidang. Jumlah ini meliputi:
Gereja Kristen: 65.182 bidang
Gereja Katolik: 13.599 bidang
Pura: 8.610 bidang
Vihara: 5.530 bidang
Klenteng: 407 bidang
Asnaedi menekankan perlunya kerja sama lintas sektor untuk mengatasi tantangan dalam pengumpulan data, validasi, dan sinkronisasi.
“Semakin cepat data divalidasi, semakin besar peluang kita untuk mempercepat penyelesaian sertipikasi,” ujarnya.
Dukungan Lintas Agama
Perwakilan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Yohanes Sarju, menyampaikan optimismenya terhadap kolaborasi ini.
“Kami yakin ini langkah awal yang penting untuk menyelesaikan masalah kepemilikan tanah rumah ibadah, meskipun prosesnya cukup kompleks,” katanya.
Komitmen untuk Kepastian Hukum
Dalam pertemuan tersebut, Nusron menegaskan bahwa percepatan pendaftaran tanah rumah ibadah bukan hanya masalah administrasi, tetapi juga bagian dari menciptakan keadilan sosial dan melindungi aset keagamaan dari potensi sengketa di masa depan.
“Ini bukan hanya soal kepemilikan tetapi juga soal kepercayaan masyarakat pada negara dalam melindungi keberagaman dan toleransi,” tambah Nusron.
Kolaborasi Antarkementerian dan Organisasi
Rapat ini dihadiri oleh pejabat tinggi Kementerian ATR/BPN, sejumlah Direktur Jenderal dari Kementerian Agama, Kepala Pusat Bimbingan dan Pendidikan Konghucu, serta perwakilan organisasi agama, termasuk Kristen, Katolik, Buddha, Hindu, dan Konghucu.
Diharapkan, langkah bersama ini dapat mempercepat penyelesaian pendaftaran tanah rumah ibadah, menjamin kepastian hukum, dan memperkuat solidaritas antarumat beragama di Indonesia.