TANJUNG ENIM – Sebuah pesawat melintas di langit, memantik harapan dalam hati remaja 16 tahun bernama Dian Adi Saputra.
Kala itu, ia tengah menemani ibunya yang terbaring di rumah sakit. Pandangannya menembus jendela, mengikuti jejak pesawat yang semakin kecil di langit.
Dalam diam, Dian bermimpi: suatu hari ia ingin terbang, naik pesawat, melihat dunia yang lebih luas dari kampung halamannya di Tanjung Enim.
Namun, bagi keluarga prasejahtera seperti Dian, mimpi itu terasa seperti kemewahan yang terlalu jauh untuk digapai.
Ibunya hanya seorang pedagang pasar, sementara ayahnya bekerja serabutan. Menyambung hidup sehari-hari
saja sudah perjuangan, apalagi membiayai kuliah atau membeli tiket pesawat.
“Ketika saya punya impian kuliah di Jawa, saya bilang ke orang tua. Ibu jawab, ‘biayanya bagaimana?’.
Rasanya memang tidak mungkin kalau harus membebani orang tua,” kenang Dian, suaranya mengandung getir sekaligus semangat.
Setelah lulus SMA pada 2015, Dian tak langsung bisa melanjutkan pendidikan. Tekadnya bulat untuk kuliah, tapi jalan ke sana seperti tertutup rapat.
Hingga suatu hari, ia mendengar kabar baik dari seorang teman: PT Bukit Asam Tbk (PTBA) memiliki program
beasiswa bernama Bidiksiba—Bantuan Biaya Pendidikan Mahasiswa Sekitar Bukit Asam.
Program ini memberi kesempatan bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu di sekitar wilayah operasi PTBA untuk kuliah tanpa biaya.
Dian tak membuang waktu. Ia menghadiri sosialisasi program Bidiksiba dan menemukan satu nama kampus yang
langsung menarik hatinya: Politeknik Negeri Malang (Polinema).
Di sanalah ia ingin menimba ilmu, mengambil jurusan D3 Manajemen Informatika. Dengan penuh harapan, Dian mendaftar dan mengikuti proses seleksi yang ketat.
“Alhamdulillah saya diterima. Rasanya campur aduk: bangga, senang, dan tidak percaya. Saya akhirnya naik pesawat ke Jawa untuk kuliah di Polinema.
Itu pengalaman pertama saya naik pesawat, sesuatu yang dulu hanya saya lihat dari tanah Tanjung Enim,” kisah Dian, matanya berbinar mengenang momen itu.
Kepercayaan yang diberikan PTBA tak disia-siakan. Dian membuktikan bahwa dirinya mampu bersaing dan berprestasi.
Selama kuliah, ia aktif mengembangkan diri di berbagai bidang. Tak hanya fokus pada akademik, Dian juga
meraih sejumlah penghargaan bergengsi: terpilih sebagai Duta Kampus Polinema, Duta Batik Kota Malang, hingga Duta Politik Kota Malang.
“Saya sadar, saya membawa nama Bidiksiba. Saya ingin tunjukkan bahwa peserta beasiswa juga bisa berprestasi,
bisa bersaing, bisa mengharumkan nama daerah,” ujar Dian penuh percaya diri.
Usai menuntaskan studinya, Dian memilih pulang ke Tanjung Enim. Bukan untuk berhenti melangkah, melainkan untuk menyalakan lilin bagi generasi setelahnya.
Ia ingin anak-anak muda di kampungnya percaya bahwa mimpi bisa dicapai, bahwa keterbatasan bukan alasan untuk menyerah.
- “Saya pulang dengan hati yang sangat bersyukur.
- Saya ingin adik-adik di Tanjung Enim tahu, pendidikan itu penting.
- Saya ingin mereka punya semangat yang sama. Jangan menyerah hanya karena biaya,” tutur Dian.
Kisah Dian menjadi gambaran nyata keberhasilan Program Bidiksiba, sebuah langkah nyata PT Bukit Asam dalam
membangun kualitas sumber daya manusia di sekitar wilayah operasinya.
Dedy Saptaria Rosa, VP Sustainability PTBA, menjelaskan bahwa Bidiksiba merupakan wujud kepedulian
perusahaan terhadap pendidikan sebagai upaya memutus rantai kemiskinan.
“Melalui program Bidiksiba, kami membuka kesempatan kepada siswa-siswi dari keluarga prasejahtera untuk mengenyam pendidikan tinggi.
Dengan begitu, kualitas SDM meningkat, dan kemiskinan dapat kita potong rantainya.
Kami berharap program ini memberikan dampak positif bagi masa depan peserta dan masyarakat secara luas,” jelas Dedy.
Program Bidiksiba telah berlangsung sejak 2013. Hingga 2024, tercatat 367 putra-putri daerah sekitar wilayah operasi PTBA telah menikmati program ini.
Sebanyak 121 orang masih aktif berkuliah, sementara 246 orang lainnya telah lulus dan bekerja di berbagai bidang.
Dengan Energi Tanpa Henti, PTBA terus berkomitmen memperluas jangkauan Bidiksiba, membuka lebih banyak pintu bagi anak-anak bangsa untuk menggapai cita-cita.
Dan bagi Dian, mimpi yang dulu terbang di langit Tanjung Enim kini telah mendarat dalam nyata.
Ia adalah bukti: dengan kesempatan, semangat, dan ketekunan, tak ada cita-cita yang terlalu tinggi untuk diraih.