PALEMBANG – Film In Bruges adalah sebuah studi psikologis yang brilian. Dengan menyoroti konsekuensi dari sebuah dosa. Selain itu Film In Bruges tidak hanya tentang komedi. Ia juga bercerita tentang trauma dari masa lalu.
Film In Bruges digarap oleh Martin McDonagh. Ia berhasil membedah pikiran karakter. Adapun karakter itu adalah Ray, Ken, dan Harry.
Mereka harus berhadapan dengan rasa bersalah. Selain itu, mereka juga harus berhadapan dengan konsep penebusan. Hal itu dilakukan di kota Bruges yang indah.
Psikologi Karakter: Rasa Bersalah, Dilema, dan Prinsip
Setiap karakter di In Bruges berjuang dengan beban psikologis. Mereka semua terperangkap dalam pilihan mereka sendiri.
Ray: Beban Rasa Bersalah yang Tak Termaafkan
Ray (diperankan oleh Colin Farrell) adalah pusat dari penderitaan. Ia membunuh seorang anak kecil secara tidak sengaja. Pembunuhan itu menghantuinya. Selain itu, Ray tidak dapat melarikan diri dari kesedihannya.
Walau pemandangan kota Bruges sangat indah, Hal itu justru membuat Ray semakin menderita. Keindahan itu mengingatkannya pada kejahatan yang telah dilakukan.
Rasa bersalah Ray terlihat jelas dari tatapan kosong. Disamping itu, Ray persimis akan manifestasi dari rasa bersalah adalah kematian. Semua itu bertujuan agar segera mengakhiri penderitaannya. Namun, pertemuannya dengan Chloe memberinya harapan. Sehingga Ray ingin mencari jalan keluar dari rasa sakitnya.
Ken: Dilema Moral yang Menyiksa
Ken (diperankan oleh Brendan Gleeson) adalah sosok mentor. Ia juga menjadi saksi penderitaan Ray. Selain itu, Ken juga terjebak dalam dilema. Ia terjebak antara kesetiaan. Kesetiaan pada Ray dan bosnya, Harry. Rasa simpatinya tumbuh untuk Ray.
Ken melihat bahwa Ray tidak jahat. ia hanya membuat kesalahan. Ken harus membuat pilihan. Ia harus memilih untuk mematuhi Harry. Atau ia harus menyelamatkan Ray. Pilihan ini adalah jalan penebusannya. Ia memilih untuk menyelamatkan Ray. Ia rela mengorbankan dirinya.
Harry: Prinsip yang Lebih Penting dari Segalanya
Harry (diperankan oleh Ralph Fiennes) adalah seorang sosiopat. Ia memiliki kode etik yang aneh. Ia percaya pada kehormatan. Baginya, membunuh anak kecil adalah dosa terbesar. Ia memerintahkan Ken untuk membunuh Ray. Bukan karena marah, melainkan karena sebuah prinsip. Dan Harry percaya kalau Ray pantas dihukum mati.
Di akhir film, Harry datang ke Bruges. Ia tidak sengaja menembak seorang kurcaci dan Harry mengira telah menembak seorang anak kecil. Lantas Harry melihat pantulannya. Ia melihat dosa yang paling di benci. Lalu Harry merasa tidak dapat hidup dengan itu. Kemudian Harry memutuskan untuk bunuh diri. Bukan tanpa alasan. Harry melakukan itu karena mematuhi prinsipnya. Harry adalah korban dari moralitasnya sendiri.
In Bruges bukan hanya film tentang kriminal. Film ini adalah studi mendalam tentang psikologi manusia. Sebuah eksplorasi dari rasa bersalah.
Film In Bruges juga mengeksplorasi penebusan atas kesalahan masa lalu. Selain itu, Film In Bruges menunjukkan bahwa tidak ada kejahatan yang tidak berkonsekuensi. Baik bagi pelaku maupun orang-orang di sekitarnya.